Pemerintah Kaji Wacana Satu Orang Satu Akun Media Sosial, Masyarakat Sipil Khawatirkan Privasi dan Kebebasan Berekspresi -->

Header Menu

Pemerintah Kaji Wacana Satu Orang Satu Akun Media Sosial, Masyarakat Sipil Khawatirkan Privasi dan Kebebasan Berekspresi

Jurnalkitaplus
21/09/25


JURNALKITAPLUS - Pemerintah Indonesia tengah mengkaji wacana kebijakan satu orang satu akun media sosial yang dinilai dapat menciptakan ruang digital lebih aman dan produktif. Namun, wacana ini memicu kekhawatiran dari kelompok masyarakat sipil terkait potensi ancaman pada kebebasan berekspresi dan hak privasi warga.


Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi), Ismail, menegaskan kebijakan ini masih dalam tahap kajian. "Ini bukan ikhtiar membatasi kebebasan demokrasi, melainkan usaha untuk menciptakan ruang digital yang aman, produktif, dan menekan penipuan daring," ujarnya pada sesi Ngopi Bareng Komdigi di Jakarta, Jumat (19/9/2025).


Filosofi di balik wacana tersebut adalah agar individu bertanggung jawab atas aktivitasnya di ruang digital, sebagaimana di ruang fisik. Untuk itu, rencana ini menggunakan instrumen seperti identitas digital dan teknologi pengenalan wajah serta sidik jari guna memastikan identitas seseorang melekat saat beraktivitas daring.


Namun, Kepala Divisi Kebebasan Berekspresi Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Hafizh Nabiyyin, mengingatkan bahwa wacana ini bukan hal baru dan memiliki potensi menjadi bentuk pengawasan berlebihan ala negara otoriter. "Pembatasan ini bisa mengancam privasi dan hak atas anonimitas di dunia digital," katanya.


Menurut Hafizh, penggunaan data nomor telepon yang terhubung dengan Nomor Identitas Kependudukan (NIK) dapat membuka potensi pengawasan ketat oleh pemerintah atau pihak ketiga. Anonimitas sendiri penting dalam melindungi ruang ekspresi terutama bagi aktivis dan warga yang kritis terhadap pemerintah.


Fenomena serupa telah terjadi di beberapa negara kawasan Asia. Vietnam mewajibkan verifikasi akun media sosial dengan identitas asli sejak akhir 2024, sementara Nepal mengesahkan Social Media Bill dengan ketentuan serupa sebelum kerusuhan yang menggulingkan pemerintah baru-baru ini.


Wacana satu orang satu akun media sosial ini sebelumnya diusulkan oleh anggota Komisi I DPR pada Juli 2025 untuk mencegah penyalahgunaan akun ganda yang bisa memperbanyak penipuan dan ujaran kebencian. Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria menjelaskan wacana tersebut juga sejalan dengan program Satu Data Indonesia untuk memudahkan pengawasan penyebaran hoaks.


Meski demikian, pemerintah masih membuka ruang diskusi dan kajian mendalam, termasuk kemungkinan seseorang memiliki lebih dari satu nomor telepon yang memungkinkan pembuatan lebih dari satu akun media sosial.


Sementara itu, masyarakat dan aktivis menilai bahwa tanpa jaminan privasi yang kuat, kebijakan ini berpotensi membuat masyarakat takut bersuara akibat risiko pengawasan dan tindakan hukum, sehingga justru membatasi kebebasan berekspresi di Indonesia.


Wacana ini masih menjadi perbincangan hangat di kalangan warganet dan menjadi tantangan bagi pemerintah untuk menemukan titik tengah antara keamanan digital dan perlindungan hak warga negara dalam bermedia sosial. (FG12)